Powered By Blogger
Add to Technorati Favorites

Al Quran's verse

(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Alloh. Ingatlah, hanya dengan mengingati Alloh-lah hati menjadi tenteram. (Q.S. Ar-Ra'd, ayat 28).

Search Engine

Friday, December 02, 2005

Era Digital

Bagi para pembaca yang mendapat penjurusan kelas A1 atau kelas IPA ketika duduk di bangku SMU, masih ingatkah dengan pelajaran Bilangan Digital? Ya…, di dalam pelajaran tersebut kita dikenalkan dengan dua angka yang sangat berpengaruh di dalam era teknologi sekarang ini, yaitu: angka nol (0) dan angka satu (1). Angka nol (0) dan angka satu (1) di dalam Bilangan Digital dinamakan Bilangan Biner, dimana, Bilangan Biner tersebut tidak pernah mengenal angka lain selain angka nol (0) dan angka satu (1) saja. Nah…, Bilangan Biner inilah yang telah mengubah suatu zaman menjadi Era Digital, yaitu dengan keberadaannya alat-alat digital seperti; kalkulator, televisi dan sampai kepada alat yang paling canggih saat ini yaitu komputer.

Begitu pula yang terjadi dengan manusia, Bilangan Biner akan melahirkan pula peradaban manusia yang paling tinggi, yaitu Manusia Digital. Manusia Digital adalah manusia yang hanya mengenal angka nol (0) dan angka satu (1) saja didalam berprinsip hidup.


Angka nol (0) adalah lambang kesucian hati dan fikiran, sedangkan angka satu (1) adalah lambang Tuhan, atau hanya berprinsip kepada Allah Yang Maha Esa. Atau dengan kata lain: Laa (0) ilaha illa Allah (1). Inilah yang dinamakan Era Digital Manusia, yaitu suatu era dimana manusia menjadi tulus dan ikhlas (0) karena berprinsip kepada Allah (1) dan tidak menuhankan yang lainnya (0). Sehingga seluruh potensinya yang tak terhingga (¥ ) muncul. Rumus: (1 / 0 = tak terhingga ).


Spiritual berasal dari kata spirit, yang dapat diartikan murni. Apabila menggunakan Bilangan Biner – setelah melalui proses penyaringan hati (melalui angka nol) – maka manusia akan menemukan kemurnian spiritualitas. Artinya, apabila manusia berjiwa jernih (0), maka ia akan menemukan potensi mulia dirinya, sekaligus menemukan siapa Tuhannya (1), atau prinsip yang sesungguhnya. "Apabila engkau mengenal siapa dirimu, maka engkau akan mengenal siapa Tuhanmu". (Al-Hadith).


Mengenal siapa Tuhan sebenarnya, berarti mengetahui apa tujuan hidup tertinggi. Ia mengenal sifat Tuhannya. Ia mengenal keinginan Tuhannya, dan ia mampu membaca rambu-rambu atau rules yang tertulis pada alam semesta melalui pengenalan terhadap jati dirinya sebagai wakil Tuhan. Ia mampu menempatkan diri di tengah masyarakat, bahkan mampu membawa lingkungannya ke arah peradaban yang sesuai dengan hati nurani terdalam. Inilah yang dinamakan "High Tech High Touch", yang diimpikan oleh John Naisbitt.


Pada saat manusia menempatkan dirinya pada posisi zero paradigm, maka jati diri yang penuh potensi dan yang selama ini tertutupi oleh berbagai belenggu itu akan muncul, sehingga memungkinkan bagi Cahaya Ilahi untuk memancarkan sinarnya kembali. Cahaya Ilahi itu berupa sinar keadilan, kebersamaan, kedamaian dan kasih sayang, yang didambakan oleh seluruh insan manusia.


Tetapi apa yang terjadi saat ini, masyarakat mempergunakan teknologi digital hanya pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saja. Sedangkan mental manusia pengguna teknologinya terbelakang, atau bisa dikatakan masih analog! Sehingga terjadi kepincangan. Mereka telah menggunakan laptop, telepon genggam, e-mail, yang merupakan hasil teknologi digital dan diciptakan dari konsep Bilangan Biner nol dan satu, namun banyak dari mereka yang justru mengalami stress atau gangguan kejiwaan, serta tindak kejahatan dimana-mana. Mengapa? Karena yang digital itu baru perlengkapan (piranti)-nya saja, belum mencakup mentalnya. Mental yang dimiliki oleh orang-orangnya masih tetinggal di belakang, kalah dengan kecepatan sistem digital itu sendiri.


Mengapa dikatakan tertinggal atau terbelakang? Karena orang-orangnya justru menjadi "budak" dari perlengkapan/piranti digital tadi, sehingga tanpa disadari, yang seharusnya manusia menjadi subjek malah terbalik menjadi objek teknologi, objek materialisme, objek hedonisme dan objek dari keduniawian. Inilah yang kemudian disebut dengan spiritual analog, yaitu bilangan 1, 2, 3, 4,…..dan seterusnya. Mereka kehilangan jati diri, karena membiarkan dirinya menjadi korban atau budak kemilaunya dunia, hamba dari teknologi digital.


Jati diri manusia bersumber dari Tuhan. Tuhan dilambangkan dengan ke-Esa-an-Nya, tunggal atau satu. Begitu pula jati diri manusia, ia harus bersih (0), agar jati diri yang sesungguhnya menjadi muncul (1). Maka pada saat itu akan lahir era peradaban manusia tertinggi di muka bumi. Manusia Digital dan Teknologi Digital. Mengapa demikian? Karena potensi dahsyat alam bawah sadar spiritualitas hanya bisa ditransformasikan melalui transformasi digital 0 dan 1, tidak bisa melalui bilangan yang lain (analog).


Konsep digital, tidak hanya bisa ditemukan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi hikmah ini justru bisa diperoleh di ritual Haji. Sebelum para Haji melaksanakan thawaf, maka mereka harus men-zero-kan dirinya (0) di saat wukuf di ‘Arafah. Semua berbaju putih dan melepas semua atribut serta belenggu, mensucikan diri dan hati. Ini semua adalah upaya untuk men-zero-kan atau mensucikan hati, hingga mencapai titik nol (0). Setelah wukuf di ‘Arafah, maka berdiamlah di Muzdalifah pada malam hari, anda akan mengenal diri anda di sana, sekaligus Sang Maha Pencipta, dan ini dapat anda rasakan ketika anda merasa nol.


Kemudian untuk lebih meyakinkan lagi bahwa kita sungguh-sungguh sudah zero, maka lontarlah semua berhala-berhala yang bersemayam di hati, lakukanlah lontar jumrah, agar penghambaan terhadap materialisme atau apapun selain Allah dimusnahkan.


Setelah semua kotoran disaring di ‘Arafah, Muzdalifah dan lontar jumrah, maka anda akan berada pada posisi nol atau zero (0), bebas dari persepsi, bebas dari berhala, bebas dari prinsip duniawi yang membelenggu, maka lahirlah kesucian. Semua hijab telah terbuka dan kini muncul sesuatu yang hakiki, fitrah diri. Melalui kacamata yang fitrah dan jernih, maka barulah kita akan melihat Allah SWT (1), dilambangkan dengan thawaf mengelilingi Ka’bah, Laa ilaha illa Allah, yaitu bilangan nol (0) di ‘Arafah dan satu (1) di Ka’bah.


Namun kita tidak berhenti hanya sampai di sini, segeralah bersa’i, bekerjalah dengan teguh seperti Siti Hajar yang pantang menyerah, ikhlas seperti Nabi Ismail A.S., dengan berbekal cinta yang begitu tulus kepada Allah SWT (1).


Inilah puncak peradaban yang kelak akan terhampar di muka bumi. Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis digital serta didukung oleh iman dan takwa digital, yaitu lahirnya manusia yang berprinsip nol dan satu, yaitu, tiada tuhan (0) selain Allah (1). Kemudian yang terjadi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, dengan kondisi masyarakatnya yang penuh dengan kedamaian, keadilan dan cinta kasih sesama ummat manusia di seluruh muka bumi. Kedamaian, keadilan serta cinta tertinggi dari Asma al-Husna, sifat-sifat terindah milik Allah Azza wa Jalla.


"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu melihat manusia memasuki Diin Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat". (Q.S. An–Nashr : 1–3).

Referensi: Buku ESQ karangan Ary Ginanjar Agustian

1 comment:

Eli Amhar Rahmah said...

waw, eureka!!! ^_^

Search Engine